Menuntut Ilmu
DEFINISI ILMU
Ilmu berasal dari bahasa Arab yaitu (alima, ya’lamu, ‘ilman) yang
berarti mengerti, memahami benar-benar.
Ilmu dari segi Istilah ialah Segala pengetahuan atau kebenaran tentang
sesuatu yang datang dari Allah SWT yang diturunkan kepada Rasul-rasulNya dan
alam ciptaanNya termasuk manusia yang memiliki aspek lahiriah dan batiniah.
Ilmu dalam bahasa Inggris disebut science, sedangkan pengertian ilmu yang
terdapat dalam kamus bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang
yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat
digunakan untuk menerangkan gejala gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.
Adapun ciri-ciri utama ilmu menurut terminologi, antara lain adalah:
1. Ilmu adalah sebagian pengetahuan yang
bersifat koheren, empiris, sistematis, dapat diukur dan dibuktikan.
2. Berbeda dengan pengetahuan, ilmu tidak
pernah mengartikan kepingan pengetahuan satu putusan tersendiri, sebaliknya
ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu ke objek yang sama dan saling
berkaitan secara logis.
3. Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap
berkenaan dengan masing-masing penalaran perorangan, sebab ilmu dapat memuat di
dalamnya dirinya sendiri hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang belum
sepenuhnya dimantapkan.
4. Yang sering kali berkaitan dengan konsep
ilmu adalah ide bahwa metode-metode yang berhasil dan hasil-hasil yang terbukti
pada dasarnya harus terbuka kepada semua pencari ilmu.
5. Ilmu menuntut pengalaman dan berpikir
metodis.
6. Kesatuan setiap ilmu bersumber di dalam
kesatuan objeknya.
ADAB MENUNTUT ILMU
Menuntut ilmu adalah satu keharusan bagi kita kaum muslimin. Banyak sekali
dalil yang menunjukkan keutamaan ilmu, para penuntut ilmu dan yang
mengajarkannya.
Adab-adab dalam menuntut ilmu yang harus kita ketahui agar ilmu yang kita
tuntut berfaidah bagi kita dan orang yang ada di sekitar kita sangatlah banyak.
Adab- adab tersebut di antaranya adalah:
1. Ikhlas karena Allah
Hendaknya niat kita dalam menuntut ilmu adalah karena Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan untuk negeri akhirat. Apabila seseorang menuntut ilmu hanya untuk
mendapatkan gelar agar bisa mendapatkan kedudukan yang tinggi atau ingin
menjadi orang yang terpandang atau niat yang sejenisnya, maka Rasulullah telah
memberi peringatan tentang hal ini dalam sabdanya: "Barangsiapa yang
menuntut ilmu yang pelajari hanya karena Allah Ta’ala sedang ia tidak
menuntutnya kecuali untuk mendapatkan mata-benda dunia, ia tidak akan
mendapatkan bau surga pada hari kiamat". (HR: Ahmad, Abu,Daud dan Ibnu
Majah)
Tetapi kalau ada orang yang mengatakan bahwa saya ingin mendapatkan
syahadah (MA atau Doktor, misalnya ) bukan karena ingin mendapatkan dunia,
tetapi karena sudah menjadi peraturan yang tidak tertulis kalau seseorang yang
memiliki pendidikan yang lebih tinggi, segala ucapannya menjadi lebih
didengarkan orang dalam menyampaikan ilmu atau dalam mengajar. Niat ini - insya
Allah - termasuk niat yang benar.
2. Untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya
dan orang lain.
Semua manusia pada mulanya adalah bodoh. Kita berniat untuk meng-hilangkan
kebodohan dari diri kita, setelah kita menjadi orang yang memiliki ilmu kita
harus mengajarkannya kepada orang lain untuk menghilang kebodohan dari diri
mereka, dan tentu saja mengajarkan kepada orang lain itu dengan berbagai cara
agar orang lain dapat mengambil faidah dari ilmu kita.
Apakah disyaratkan untuk memberi manfaat pada orang lain itu kita duduk
dimasjid dan mengadakan satu pengajian ataukah kita memberi manfa'at pada orang
lain dengan ilmu itu pada setiap saat? Jawaban yang benar adalah yang kedua;
karena Rasulullah bersabda: "Sampaikanlah dariku walaupun cuma satu
ayat” (HR: Bukhari)
Imam Ahmad berkata: Ilmu itu tidak ada bandingannya apabila niatnya benar.
Para muridnya bertanya: Bagaimanakah yang demikian itu? Beliau menjawab: ia
berniat menghilangkan kebodohan dari dirinya dan dari orang lain.
3. Berniat dalam menuntut ilmu untuk membela
syari'at.
Sudah menjadi keharusan bagi para penuntut ilmu berniat dalam menuntut ilmu
untuk membela syari'at. Karena kedudukan syari'at sama dengan pedang kalau
tidak ada seseorang yang menggunakannya ia tidak berarti apa-apa. Penuntut ilmu
harus membela agamanya dari hal-hal yang menyimpang dari agama (bid'ah),
sebagaimana tuntunan yang diajarkan Rasulullah saw. Hal ini tidak ada yang bisa
melakukannya kecuali orang yang memiliki ilmu yang benar, sesuai petunjuk
Al-Qur'an dan As-Sunnah.
4. Lapang dada dalam menerima perbedaan
pendapat.
Apabila ada perbedaan pendapat, hendaknya penuntut ilmu menerima perbedaan
itu dengan lapang dada selama perbedaan itu pada persoalaan ijtihad, bukan
persoalaan aqidah, karena persoalaan aqidah adalah masalah yang tidak ada
perbedaan pendapat di kalangan salaf. Berbeda dalam masalah ijtihad, perbedaan
pendapat telah ada sejak zaman shahabat, bahkan pada masa Rasulullah saw masih
hidup. Karena itu jangan sampai kita menghina atau menjelekkan orang lain yang
kebetulan berbeda pandapat dengan kita.
5. Mengamalkan ilmu yang telah didapatkan.
Termasuk adab yang tepenting bagi para penuntut ilmu adalah mengamalkan
ilmu yang telah diperoleh, karena amal adalah buah dari ilmu, baik itu aqidah,
ibadah, akhlak maupun muamalah. Karena orang yang telah memiliki ilmu adalah
seperti orang memiliki senjata. Ilmu atau senjata (pedang) tidak akan ada
gunanya kecuali diamalkan (digunakan).
Hendaklah para penuntut ilmu mengamalkan ilmunya, baik berupa aqidah,
ibadah, akhlak, adab dan muamalah, karena hal ini adalah merupakan hasil dan
buah dari ilmu itu. Pengemban ilmu itu seperti pembawa senjata; Bisa berguna
dan bisa pula mencelakakan sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Al Qur’an itu
membelamu atau mencelakakanmu.” (HR. Muslim). Membelamu apabila kamu
amalkan dan mencelakakanmu apabila tidak kamu amalkan. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh
Utsaimin hal:32)
Karena keutamaan ilmu itulah ia semakin bertambah dengan banyaknya nafkah
(diamalkan dan diajarkan) dan berkurang apabila kita saying (tidak diamalkan
dan diajarkan) serta yang merusaknya adalah al kitman (menyembunyikan ilmu).
(Hiyah Tholibil Ilmi, Bakr Abu Zaid hal :72).
6. Menghormati para ulama dan memuliakan
mereka.
Penuntut ilmu harus selalu lapang dada dalam menerima perbedaan pendapat
yang terjadi di kalangan ulama. Jangan sampai ia mengumpat atau mencela ulama
yang kebetulan keliru di dalam memutuskan suatu masalah. Mengumpat orang biasa
saja sudah termasuk dosa besar, apalagi kalau orang itu adalah seorang ulama.
Ini adalah masalah yang sangat penting, karena sebagian orang sengaja mencari-cari
kesalahan orang lain untuk menjatuhkan mereka dimata masyarakat. Ini adalah
kesalahan terbesar. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal 41).
7. Mencari kebenaran dan sabar.
Termasuk adab yang paling penting bagi kita sebagai seorang penuntut ilmu
adalah mencari kebenaran dari ilmu yang telah didapatkan. Mencari kebenaran
dari berita berita yang sampai kepada kita yang menjadi sumber hukum. Ketika
sampai kepada kita sebuah hadits misalnya, kita harus meneliti lebih dahulu
tentang keshahihan hadits tersebut. Kalau sudah kita temukan bukti bahwa hadits
itu adalah shahih, kita berusaha lagi mencari makna (pengertian) dari hadits
tersebut.
Hendaklah sabar dalam menuntut ilmu, tidak terputus (ditengah jalan) dan
tidak pula bosan, bahkan terus menerus menuntut ilmu semampunya. Kisah tentang
kesabaran salafush shalih dalam menuntut ilmu sangatlah banyak, sebagaimana
diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma bahwa beliau ditanya oleh
seseorang: “Dengan apa anda bisa mendapatkan ilmu?” Beliau menjawab: “Dengan
lisan yang selalu bertanya dan hati yang selalu memahami serta badan yang tidak
pernah bosan.” (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh
Utsaimin hal:40 dan
61).
Bahkan sebagian dari mereka (salafus shalih) merasakan sakit yang
menyebabkannya tidak bisa bangun dikarenakan tertinggal satu hadits saja.
Sebagaimana terjadi kepada Syu’bah bin al Hajjaj rahimahullah, ia berkata:
“Ketika aku belajar hadits dan tertinggal (satu hadits) maka akupun menjadi
sakit.”
Barangsiapa mengetahui keutamaan ilmu dan merasakan kelezatannya pastilah
ia selalu ingin menambah dan mengupayakannya, ia selalu lapar (ilmu) dan tidak
pernah kenyang sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Ada dua kelompok manusia
yang selalu lapar dan tidak pernah kenyang: orang yang lapar ilmu tidak pernah
kenyang dan orang yang lapar dunia tidak pernah keying pula.” (HR. Al Hakim
dll dengan sanad tsabit) (Hilyah al ‘Alim al Mu’allim, Syaikh Salim al Hialaliy
hal 22- 23)
Abu al ‘Aliyah rahimahullah menuturkan:”Kami mendengar riwayat (hadits)
dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam sedang kami berada di Basrah
(Iraq), lalu kamipun tidak puas sehingga kami berangkat ke kota Madinah agar
mendengar dari mulut mereka (para perawinya) secara langsung.” (‘Audah ila as
Sunnah, Syaikh Ali Hasan al Atsariy hal 44).
8. Memegang Teguh Al Kitab dan As Sunnah
Wajib bagi para penuntut ilmu untuk mengambil ilmu dari sumbernya, yang
tidak
mungkin seseorang
sukses bila tidak memulai darinya, yaitu:
a. Al-Qur’anul Karim; Wajib bagi para
penuntut ilmu untuk berupaya membaca, menghafal, memahami dan mengamalkannya.
b. As Sunnah As Shahihah; Ini adalah sumber
kedua syariat Islam (setelah Al Qur’an) dan penjelas al Qur’an Karim.
c. Sumber ketiga adalah ucapan para
ulama, janganlah anda menyepelekan ucapan para ulama karena mereka lebih mantap
ilmunya dari anda. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hl :43,44, dan 45)
9. Berupaya Untuk Memahami Maksud Allah dan
Rasul-Nya
Termasuk adab terpenting pula adalah masalah pemahaman tentang maksud Allah
dan juga maksud Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam; Karena banyak orang yang
diberi ilmu namun tidak diberi pemahaman. Tidak cukup hanya menghapal al Qur’an
dan hadits saja tanpa memahaminya, jadi harus dipahami maksud Allah dan Rasul-Nya
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Alangkah banyaknya penyimpangan yang dilakukan oleh
kaum yang berdalil dengan nash-nash yang tidak sesuai dengan maksud Allah dan Rasul-
Nya SAW sehingga timbullah kesesatan karenanya.
dan juga maksud Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam; Karena banyak orang yang
diberi ilmu namun tidak diberi pemahaman. Tidak cukup hanya menghapal al Qur’an
dan hadits saja tanpa memahaminya, jadi harus dipahami maksud Allah dan Rasul-Nya
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Alangkah banyaknya penyimpangan yang dilakukan oleh
kaum yang berdalil dengan nash-nash yang tidak sesuai dengan maksud Allah dan Rasul-
Nya SAW sehingga timbullah kesesatan karenanya.
Kesalahan dalam pemahaman lebih berbahaya dari pada kesalahan dikarenakan
kebodohan. Seorang yang jahil (bodoh) apabila melakukan kesalahan dikarenakan
kebodohannya ia akan segera menyadarinya dan belajar, adapun seorang yang salah
dalam memahami sesuatu ia tidak akan pernah merasa salah dan bahkan selalu
merasa benar. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal :52)
Inilah sebagian dari adab yang harus dimiliki oleh para penuntut ilmu agar
menjadi suri tauladan yang baik dan mendapatkan kesuksesan di dunia dan di
akhirat, amien.
DALIL TENTANG ILMU
Dalam Al-Qur'an banyak sekali dalil yang tentang keutamaan menuntut ilmu
ini menunjukkan bahwa menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi umat manusia sejak
lahir sampai mati. "Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman yang
mempunyai ilmu
diantara kamu dengan
beberapa derajat". (QS.Al-Mujadallah : 11)
Dari ayat diatas jelaslah bahwasanya orang yang memeliki ilmu derajatnya
lebih tinggi dibandingkan dengan orang-orang yang tidak berilmu, kita sebagai
kaum muslimin juga tahu bahwasanya manusia diangkat sebagai kholifah dimuka
bumi ini dikarena dikarenakan pengetahuannya bukan karena bentuknya ataupun
asal kejadiannya Sementara itu dalam surat lain Allah berfirman
"Katakanlah : "Samakah orang-orang yang berilmu dan orang-orang yang
tidak berilmu" (QS, Az-Zumar : 9), jelas menyuruh
manusia itu untuk
berfikir apakah kira-kira manusia yang berilmu dengan manusia yang
tidak berilmu itu
sama.
Dengan demikian jelaslah bahwa Islam sangat memuliakan orang-orang yang
berilmu bahkan menganggap orang yang berilmu itu sebagai penerus Rosul, apa
yang disampaikannya akan menjadi penerang jalan yang lurus, amalan orang yang
berilmu sama dengan amalan jihad.
Imam Al-Ghazali mengatakan : "Allah mengangkat derajat orang-orang
dengan
ilmu, lalu
menjadikan mereka kebaikan sebagai pemimpin dan pepberi petunjuk yang diikuti,
petuntuk dalam kebaikan, jejak mereka mereka diikuti dan perbuatan mereka
diamalkan.
Para malaikat ingin menghiasi mereka dan mengusap mereka dengan sayap-
sayapnya. Setiap yang basah dan yang kering bertasbih bagi mereka dan memohon
ampun bagi mereka, bahkan ikan-ikan dilaut dan binatang-binatang, hewan-hewan
buas dan ternak-ternak didaratan serta bintang-bintang dilangit. Karena Ilmu
menghidupkan hati dan menerangi pandangan yang gelap serta menguatkan yang
lemah. Dengan Ilmu hamba mencapai kedudukan orang-orang yang salih.
Rasulullah SAW, ”Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar atau
dirham, yang mereka wariskan adalah al-ilmu . Barang siapa yang mengambil
warisan tersebut, maka ia telah mendapatkan sesuatu yang besar” ( H.R Abu
Dawud dan At Tirmdzi)
Perkataan Rasulullah SAW, “ Kalian lebih tau tentang urusan dunia kalian”
(H.R Muslim)
Ilmu lainnya seperti ilmu fisika, kimia, akuntansi dst tetap memiliki
faidah jika
memenuhi batasan
berikut:
- Menolong dalam ketaatan
kepada Allah Azza wa jalla dan menyebarkan agama islam.
- Terkadang hukumnya
menjadi wajib, ketika mempelajarinya termasuk persiapan yang Allah perintahkan
dalam firmannya: (dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja
yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang
dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang
orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya.
apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan
cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)). (QS. Al-Anfaal:
60)
KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU
Ilmu merupakan sandi terpenting dari hikmah. Sebab itu, Allah memerintahkan
manusia agar mencari ilmu atau berilmu sebelum berkata dan beramal. Firman
Allah: (Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Illah selain Allah, dan
mohonlah ampunan bagi dosamu serta bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki
dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu).
(QS. Muhammad: 19).
Ilmu sebelum berkata dan beramal. Sufyan bin Uyainah berkata: manusia
paling bodoh adalah yang membiarkan kebodohannya, manusia paling pandai adalah
yang mengandalkan ilmunya, sedangkan manusia paling utama adalah yang takut
kepada Allah.
Ibnu Taimiyah mengatakan: bahwa ilmu yang terpuji, sebagaimana yang
dinyatakan dalam Al-Qur'an dan As Sunnah, ilmu yang diwariskan para nabi.
Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dirham
dan dinar, tetapi mereka
mewariskan ilmu.
Maka barang siapa mengambilnya, ia sangat beruntung”. (HR Abu
Daud, Tirmidzi, dan
Ibnu Majah)
Ibnu Taimiyah membagi ilmu yang bermanfaat, menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Ilmu
tentang Allah, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan lain-lain, seperti yang
disebutkan adalah Al-Qur'an surat Al-Ikhlas.
2. Ilmu
tentang persoalan-persoalan masa lalu yang dikabarkan Allah;
persoalan-persoalan masa kini, dan persoalan-persoalan masa mendatang, seperti
yang dikabarkan dalam Al-Qur'an, yaitu ayat-ayat tentang kisah-kisah,
janji-janji, ancaman, surga, neraka, dam sebagainya.
3. ilmu
tentang perintah Allah yang berhubungan dengan hati dan anggota badan, seperti
iman kepada Allah melalui pengenalan hati serta amaliah anggota badan. Pemahaman
ini bersumber pada pengetahuan dasar-dasar iman dan kaidah-kaidah islam.
Pemahaman akan Ilmu. Banyak orang yang masih keliru memahami masalah ilmu.
Mereka memahami Al-Qur'an dan As Sunnah hanya sebatas verbalitas semata, dan
tidak memahami hakekat yang terkandung didalamnya. Betapa banyak orang yang
hafal ayat Al- Qur'an, namun tidak memahami isinya. Perbuatan seperti ini tentu
saja bukan termasuk perbuatan orang-orang beriman, "Perumpamaan orang
yang beriman membaca Al Qur'an seperti jeruk sitrun yang baunya wangi dan
rasanya manis. Perumpamaan orang beriman yang tidak membaca Al-Qur'an seperti
kurma yang tidak berbau dan rasanya manis. Perumpamaan orang munafik yang
membaca Al- Qur'an seperti sekuntum bunga yang baunya wangi, tetapi rasanya
pahit. Dan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca Al-Qur'an seperti labu
yang tidak berbau dan rasanya pahit". (HR Bukhari dan Muslim)
Ilmu dan Amal Perbuatan yang Sesuai Ilmu yang sempurna adalah ilmu yang
diendapkan dalam hati, kemudian diamalkan. Inilah yang juga disebut ilmu
bermanfaat, yang nerupakan sandi terpenting dari hikmah. Ilmu ini akan
memberikan kebaikan kepada pemiliknya, sedangkan ilmu tanpa amal akan menghujat
pemiliknya pada hari kiamat. Oleh karena itu, Allah memperingatkan kaum beriman
yang hanya bisa berbicara tetapi tidak melakukan apa-apa. (Hai orang-orang
yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang kamu tidak perbuat? Amat besar
kemurkaan di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tiada kamu kerjakan).
(QS.Ash Shaf: 2 - 3)
Menyebarkan Ilmu; Allah juga memperingatkan kita agar tidak meyembunyikan
ilmu. Kita diperintahkan untuk menyampaikan ilmu yang merupakan karunia Allah
itu sebatas kemampuan kita. Allah tidak memaksakan seseorang kecuali dalam
batas kemampuannya. (Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang
telah Kami turunkan, berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk,
setelah kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati
Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati). (QS.
Al Baqarah: 159).
Simak pula perkataan
seorang penyair: Jika ilmu tidak kau amalkan, ia akan menjadi
bukti atasmu. Dan
kamu beralasan jika kamu tidak mengetahuinya. Kalau kamu memperoleh ilmu
Sesungguhnya, setiap perkataan seseorang akan dibenarkan olah
perbuatannya.
Ilmu memiliki banyak
keutamaan, di antaranya:
1. Ilmu adalah amalan yang tidak terputus
pahalanya sebagaimana dalam hadits: ”jika manusia meninggal maka terputuslah
amalnya, kecuali tiga perkara: shodaqoh jariahnya, ilmu yang bermanfaat dan
anak yang sholeh yang mendoakan kedua orang tuanya.” (HR Bukhori dan Muslim)
2. Menjadi saksi terhadap kebenaran
sebagaimana dalam firman Allah SWT: (Allah menyatakan bahwasanya tidak ada
ilah yang berhak disembah kecuali dia. Yang menegakkan keadilan. para malaikat
dan orang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). (QS. Ali Imran 18)
3. Allah memerintahkan kepada nabinya
Muhammad SAW untuk meminta ditambahkan ilmu sebagaimana dalam firman Allah,
(... dan katakanlah: Ya Rabb ku, tambahkanlah kepadaku ilmu) (QS.Thahaa
114)
4. Allah mengangkat derajat orang yang
berilmu. Sebagaimana firman Allah, (... Allah mengangkat orang beriman dan
memiliki ilmu diantara kalian beberapa derajat dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan”(QS. Mujadilah 11)
5. Orang berilmu adalah orang yang takut
Allah SWT, sebagaimana dalam firmannya: (.... sesungguhnya yang takut kepada
Allah diantara hambanya hanyalah orang-orangyang berilmu). (QS. Fathir 25).
6. Ilmu adalah anugerah Allah yang sangat
besar, sebagaimana firmanNya: (Allah menganugerahkan al-hikmah (kefahaman
yang dalam tentang Al-Quran dan As-Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi
karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil
pelajaran (dari firman Allah)). ( QS. Al-Baqarah 269)
7. Ilmu merupakan tanda kebaikan Allah kepada
seseorang ”Barang siapa yang Allah menghendaki kebaikan padanya, maka Allah
akan membuat dia paham dalam agama” (HR Bukhari dan Muslim).
8. Menuntut ilmu merupakan jalan menuju
surga, ”Barang siapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu
maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga” (HR Muslim)
9. Diperbolehkannya ”hasad” kepada ahli
ilmu,”Tidak hasad kecuali dalam dua hal, yaitu terhadap orang yang Allah
beri harta dan ia menggunakannya dalam kebenaran dan orang yang Allah beri
hikmah lalu ia mengamalkannya dan mengajarkannya” (HR Bukhari )
10. Malaikat akan membentangkan sayap terhadap penuntut ilmu,”Sesungguhnya
para malaikat benar-benar membentangkan sayapnya karena ridho atas apa yang
dicarinya” ( HR. Ahmad dan Ibnu majah )
HUKUM MENUNTUT ILMU
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Anas bin Malik dari Nabi SAW bersabda:”Menuntut
ilmu itu wajib bagi setiap muslim.”
Memahami Q.S.
At-Taubah (9) : 122 dan hadits
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا
قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللهُ لَكُمْ
وَإِذَا قِيلَ انشُزُوا فَانشُزُوا يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ
وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan
perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka
itu dapat menjaga dirinya.
0 comments:
Post a Comment